Belajar dari "Keagungan" Cinta Abadi Laila Majnun

Kali ini, aku akan membahas sebuah buku yang aku sendiri baru membaca separuh halamannya. "Cinta Abadi Laila Majnun", telah lama aku mendengar nama Laila Majnun. Ya ... seperti yang tertulis di sampul bukunya, Laila Majnun merupakan Novel Best Seller sepanjang massa, Maha karya sastra islam yang bertahan lebih dari 800 tahun. Membuatku tertarik meminjamnya dari sekre himpunan hanya dari sampul hitam dengan tulisannya yang menggiurkan.

gambar diambil dari bukukita.com, belum sempat foto sendiri. nanti aja deh diganti

Berikut aku paparkan cerita singkatnya,
Alkisah pada jaman dahulu kala, hiduplan seorang pria dan istrinya yang kaya raya dan menjadi pemimpin dari kaumnya, Al-Muwallah namanya.  Allah telah memberinya kekayaan, kesehatan, dan kekuasaan, namun ... Allah belum memberinya keturunan. Dikisahkan Al-Muwallah berdoa setiap hari agar di beri keturunan. Hingga suatu ketika disaat beliau mulai lelah dengan do'anya, Allah memberinya seorang putra yang diberi nama Qaiz. 

Dikisahkan bahwa Qaiz bagaikan bulan purnama dengan segala keelokannya, memancarkan cahaya ke seluruh permukaan bumi, dan memesona semua mata yang memandangnya, hingga orang-orang membiacakan tentang kisah ketampanannya.

Qaiz disekolahkan orang tuanya di sekolah Qatif. Di sana, Qaiz menjadi murit terpintar dalam segala bidang. Suatu hari sekolah Qaiz kedatangan murit baru, seorang perempuan yang kecantikannya tiada bandingnya, Laila namanya, malam artinya.

Dikisahkan, mata Laila hitam, dalam,  bersinar-sinar bagai mata seekor rusa betina di tengah hutan. Dengan sekali kibasan bulu matanya, ia mampu mengubah separuh isi dunia menjadi puing-puing tidak tersisa. Hati yang sekeras batupun akan segera luruh mencair begitu memandang keajaiban ciptaan ini.

Ya ... semua pria dibuat jatuh hati oleh Laila, dibuat mabuk dan mencintainya. Namun, tiada pria yang lebih mabuk dan lebih mencintainya di banding Qaiz. Laila juga jatuh hati pada Qaiz ternyata. Qaiz dan Laila di mabuk cinta. Mereka berdua-duaan memadu kasih hingga menyebabkan kabar burung yang tak enak untuk di dengar. Hingga akhirnya mereka berpisah untuk menyelamatkan nama baik keluarga masing-masing.

Jika Laila masih bisa menyembunyikan tangisan lara jiwanya, Qaiz menangis secara terang-terangan dan terbuka, untuk menunjukkan pada dunia betapa laranya jiwanya. Qaiz melantunkan syair cintanya pada Laila di segala tempat, Qaiz pergi dari rumah, hidup dijalanan, tubuh tinggal kulit dan pakaian compang-camping. Rabutnya panjang dan  kusut hingga jika melihatnya tak akan mengenalnya lagi sebagai Qaiz putra pemimpin bernama Al-Muwallah yang pintar dan tampan bersahaja.  Dan ... Lama-lama Qaiz di panggil Majnun oleh orang-orang yang melihatnya, yang berarti gila. 

Di halaman-halaman selanjutnya, tak kutemui kata Qaiz lagi, hanya ada Majnun dengan segala kegilaannya karna hasratnya pada Laila. bukankah itu kegilaan yang nyata?


Baru membaca halaman-halaman awal dari buku ini sudah membuatku mengutuki perbuatan Qaiz. Rasanya pengen nonjok Qaiz kalaubisa. Kenapa? berikut aku uraikan alasannya.

1. Cintanya pada Laila, melebihi cintanya pada Allah
Aku tak akan menjelaskan panjang, cukuplah pahami kedua kutipan ini;

Al Qur’an  menyebutkan : “Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasulnya dan [dari] berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(QS Al-Taubah [9] : 24)

Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, “Belumlah murni iman seseorang kepada Allah sampai Allah lebih ia cintai ketimbang cintanya kepada dirinya, bapaknya, ibunya, anaknya, keluarganya, hartanya dan bahkan dari manusia seluruhnya.”

2. Menganggap bahwa Kegilaannya pada Laila merupakan Takdir Allah.

Dikisahkan, Untuk menolong anaknya, Al-Muwallah membawanya ke kakbah untuk meminta pertolongan Allah setelah segala upaya untuk menyembuhkan anaknya tak berhasil. Al-Muwallah bicara pada Majnun,  " Mohonlah  pada-Nya untuk menyembukanmu dari kegilaanmu. Mintalah belas kasihan dari-Nya, agar Dia menganugrahimu pengampunan, dan memandumu kembali  ke jalan kewarasan dan kebaikan.

Namun yang dilakukan Majnun adalah, dia memukul-mukul dinding ka'bah dengan tangannya. Dengan suara yang bercampur tawa dan tangis dia berkata, "Duhai Tuhanku, mereka berkata padaku bahwa hanya dengan melepaskan cintaku maka aku dapat memperoleh kembali kewarasanku. Namun sesungguhnya, cinta adalah satu-satunya hal yang aku miliki. Jika cintaku punah, maka aku akan mati bersamanya. Begitulah takdirku, Engkau mengetahui semua itu ..." dan banyak kalimat-kalimat dari Majnun  lainnya yang menyatakan jika kegilaannya karna Laila merupakan Takdir dari Tuhannya.

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS Al-Nisa [4] : 79)

3. Durhaka kepada orang tuanya
Dan lihatlah Al-Muwallah, kesedihannya karna putra semata wayangnya, darah dagingnya, dan penerus kekayaannya yang menjadi gila hanya karna Cinta jauh melebihi kesedihannya kala Tuhan tak kunjung memberinya keturunan.

Dan, Lihatlah Qaiz, pada akhirnya ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia membuat malu kaumnya (Ayahnya adalah pemimpin kaum) dan ia juga membuat malu kaum Laila. Dan ... kegilaan Qaiz bahkan belum berhenti ketika Ayahnya Al-Muwallah, meninggal karna terlalu lemah menanggung derita.

4. Salah bertindak
Alkisah, seorang panglima perang yang tangguh dan selalu menang, Naufal namanya, kemudian menjadi sahabat Majnun. Ia karna kasihan melihat kondisi Majnun berjaji akan menyatukan Majnun dan Laila. Dan Perang adalah jalannya.  Ketika perang berlangsung, Majnun tidak bisa membunuh orang dari kaum Laila, akhirnya ia lebih gembira saat kaum Lila berhasil menebas kaum Naufal yang merelakan nyawa demi dirinya.

Diceritakan, Kaum Naufal berhasil memenangi peperangan. Dan  menyatukan Laila dan Majnum  hanya tinggal satu jangkauan. Ternyata, Ayah Laila, Mahdi bin Sa'ad, lebih memilih mati dari pada mempersatukan putri cantik jelitanya dengan lelaki gila. Setelah panjang lebar berddebat, Naufal akhirnya tersentuh dengan ayah Laila, mengingat bagaimana tingkah lalu Majnum yang lebih membela musuh selama peperangan, Padahal Naufal dan para sahabatnya mempertaruhkan nyawa demi Majnun.

Andai saja Qaiz lebih pintar dalam bertindak, Laila akan dengan mudah menjadi Istrinya, Ia tak akan di cap gila, dan derita juga air mata yang begitu banyaknya tak akan tega menghampirinya

Ya ... andai saja Qaiz bisa menggunakan kepintarannya dan menyikapi perpisahannya dengan Laila lebih baik lagi hingga tidak menjadi Majnun, menurutku besar kemungkinan dia akan menikah dengan Laila. Mengingat bahwa Qaiz adalah anak tunggal dari pemimpin kaya raya dan akan meneruskan menjadi pemimpin pula. Mengingat jika Majnum amat sangat tampan dan pintar. 

Yah ... mungkin buku ini menjadi abadi karna pelajaran akan cintanya Selain dari keindahan bahasanya. Bahwa segala sesuatu taka akan baik jika berlebihan, termasuk dalam hal mencintai. Bahwa Qaiz yang tampan dan pintar akhirnya terkenang sebagai Majnun (Artinya gila) untuk selamanya karna dia terlalu berlebihan dalam mencintai.

Sebagai penutup karna aku sudah mulai bosa membahas ini;
QS. Al-Maaidah (Al-Maidah) [5] : ayat 87
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

 Catatan:
Laila Majnun merupakan mahakarya sastra yang  usianya lebih tua dari Romeo dan Juliet.  Laila Majnun ditulis tahun 1188 M sedangkan Romeo Juliet tahun 1616 M.

Laila Majnun ditulis oleh Nizami Fanjavi yang merupakan seorang suvi dari persia. Nizami Fanjavi pernah disebut sebagai "penyair dengan ke-elokan kata-kata terhebat di dunia" oleh seorang penguasa Kaukasia, Shirvansah.

27 Mei 2017
Nahayuka

"Belajar dari Keagungan Cinta Abadi Laila Majnun" , Bagian 1 dalam 30 hari menulis 
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

No comments:

Powered by Blogger.