Potret dari Gunung Prau: Tentang Keberanian, Kesabaran, Kebersamaan, dan Kepuasan.


Aku dan kawan-kawanku, kami berdelapan.

Ini tentang aku, yang pernah berfikir untuk mundur sebelum tau apa yang ada di depan, yang pernah mencona menyerah padahal belum pernah merasakan.

Adalah suatu pengalaman yang begitu menakjubkan ketika ku paksakan diri sendiri untuk berani mengambil resiko. Dan ya ... pemaksaan itu akhirnya berbuah kepuasan.

Ini tentang aku dan teman-teman seperjalanku yang juga menakjubkan. Suatu yang juga menantang bagi mereka, pendaki ulung untuk mengajakku, orang yang tak mengerti apapun tentang hal pendakian, guna bersama-sama mengarungi terjal dan curamnya jalan pegunungan.

Aku mengerti, dari sekian gunung yang menakjubkan di sekitar Bandung, mereka merelakan jauh-jauh ke Dieng, mencari gunung yang tak terlalu berbahaya untuk anak bawang dalam hal pendakian sepertiku.

Di perjalanan Wonosobo-Purwokerto. Muka si Dafa memang jarang terkodisikan.
Setelah semalaman berada dalam bus Bandung-Wonosobo di tambah sekitar dua jam duduk lagi dalam bus Wonosobo-Purwokerto, tibalah kami berdelapan di daerah Dieng.

Perkenalkan, kami berdelapan. Dafa, Dhila, Nay, Dio, Fifi, Lucky, Uman, dan Aji
Kawan, aku beritau mengenai sepanjang jalan menuju pucak. Ada hamparan pemandangan yang menakjubkan. Ada kesabaran untk membiarkan teman yang tak kuatan untuk duduk guna melemaskan otot kaki dan pundaknya.  Ada kepedulian untuk memastikan jika rombongan genap berdelapan. Ada manisnya kebersamaan.


Semangat ... Kami menunggumu, tak apa ... lepaskan dulu lelahmu.


Tanjakan bukan alasan untuk menghilangkan senyuman

Ini juga pemandangan di perjalanan,
Keindahan yang menyertai perjalanan . Mereka itu sekeluarga yang sedang turun gunung.

Berikut ... Potret kami disepanjang perjalanan ...







Yang aku sangat ingat adalah percakapan seperti ini;
"Istirahat bentar guys ... kulelah .. "
Ucapan itu paling sering keluar dariku. Maafkan daku memperlambat jalan kalian, kawan. dan ya ... tak perlu panjang lebar, serombongan lalu sejenak menghentikan perjalanan.

"Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ... enam ... tujuh ... delapan ... sembilan ... sepuluh!", hitungku sembari duduk, lalu berdiri di hitungan ke sepuluh, "Yuk ... lanjut!" paksaku lebih pada diri sendiri.

Entahlah ... hitungan itu kugunakan untuk memaksakan diri melanjutkan perjalan. Memaksakan lelah hilang di hitungan yang kesepuluh. Dan hal itu ... ampuh. 

Kami, sejanak beristirahat dan bersiap sholat setiba di puncak

Welcome to Gunung Prau, 2565 Mdpl. Wooow ku bisa sampai puncak


"Kita di atas gunung. Guys ... ku dipuncak,"
"btw Nay, ini udah ke-empat kalinya kamu bilang gitu."

Benar, aku sangat bahagia. Bagaimana tidak? tadinya, aku berencana membatalkan ikut perjalanan karna merasa tak mampu dengan kondisi tubuh di hari itu.

Kegiatan kami di puncak gunung Prau;

Membangun tenda

ngobrol ga jelas, masak mie instant, buat kopi dan energen.

Sore-sore keliling puncak ga jelas

Niatnya sih mau nikmatin senja. Kan ... ini gunung matahari terbit


Perkenalkan, ini untuk makan malam.
Bakwan (bala-bala) termantap yang pernah kami buat,
buah dari kecerdikan dan ketidak sabaran menunggu matangnya makan
Gunung prau itu gunung untuk merasakan keindahan fajar kala matahari mulai keluar dari Horizon. Lihatlah keindahan hasil jepretan kami saat senja hingga langit terang di atas gunung Prau.

Itu Dafa sama Aji kok.








Lihat ... kami diatas awan.
Diatas gunung, kami tak sendirian.

Kembali ketenda setelas puas menikmati keindahan pagi hari di puncak

Masak pagi

Lalu makan sebelum pulang
Ada cerita menarik ketika kami makan pagi. Jadi, kami memutuskan untuk mengundang abang-abang pemilik tenda sebelah untuk bergabung, makan bersama. Mengingat jasa mereka membagi kopi buatannya dan Mengabadikan moment kebersamaan kami berdelapan fajar itu.

"Bang ... sini makan bareeeng. Banyak loh," Teriak salah satu dari kami.

Datanglah si Abang yang hanya sendirian (kok temennya ga ikutan?). Sesampainya Abang di gerombolan kami yang bersiap ingin makan, ia menuangkan isi dari bungkusan yang dibawanya.

"Nih, buat tambahan lauk. Abang baru aja makan."

Bertambahlah lauk kami pagi itu.

Intinya kami mendapat Rizky. Entah Rizky itu karna kami berniat baik mengundak Abang untuk bergabung makan atau karna kemaren kami dengan rela membagi sebotol minuman untuk pendaki lain yang membutuhkan (di gunung, air sangat berharga).

Aku jadi ingat ini;
Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130)

Setelah makan, kami membereskan tenda, masukkan barang-barang kembali ke tas, memastikan semua sampah telah masuk ke kantong untuk selanjutnya dibuang di bawah.

Kami berdelapan, siap untuk pulang. 

Aku ingat sebelum perjalanku ke gunung Prau, kala kakak tingkatku berujar;
"Kita mesti jadi beda dari yang lainnya. Temenku anak Teknik Kimia yang terkenal ambis, dia jadi beda dari temen-temen sejurusannya, dia suka naik gunung .....(dilanjutkan dengan contoh-contoh lainnya)"
Dan dengan entengnya aku bilang, "Yang anak Teknik Kimia, cuma naik gunung ..."
Lantas kakak menanggapi, "Naik gunung itu bukan hanya sekedar naik gunung, Nay."

Sekarang aku mengerti, naik gunung itu memang bener-benar bukan sekedar naik gunung, kak.

Aku banyak belajar dari naik gunungku yang pertama kali ini;
Bahwa aku tak akan bisa merasakan semua keindahan dan pelajaran dari naik gunung jika aku benar-benar memutuskan untuk mundur hanya karna merasa tak mampu (Lari dua putaran saraga saja sudah tumbang, ini mau sok-sokan naik gunung, ditambah membawa tas yang lumayan besar). Aku belajar bahwa,
 jalani dulu ... kamu akan tau semenakjubkan apa dirimu.

Walau akhirnya aku menjadi orang paling lembek di perjalanan (Dari hitungan berapa kali aku menghentikan arus perjalanan) nyatanya aku bisa berdiri di puncak. Terima kasih untuk kawan-kawan yang menyertai, mengerti, hingga aku tak enak hati untuk terus-terusan menghambat perjalanan dan akhirnya memaksakan diri untuk tetap terus melangkah.

Tentang kebersamaan, taukah, aku tak akan pernah sampai puncak jika hanya sendirian, bahkan tak akan berfikir untuk pergi. Tentang kebersamaan, terima kasih karna telah menjadikanku kuat. Perjalanan mendaki selama tiga jam benar-benar tak terasa karna kalian. Benar, kita (mungkin juga hanya aku) tak akan berani pergi jika hanya sendiri.

Tentang senyuman, taukah, aku melihat lebih banyak senyuman dibanding bibir-bibir yang cemberut selama perjalanan. Terima kasih untuk keindahan di perjalanan dan untuk lelucon pengusir lelah. Taukah, orang-orang digunung itu, mereka orang-orang yang ceria dan tak segan untuk menyapa. Karna, ketika digunung hanya orang-orang di sekitar (tidak banyak jumlahnya) yang dapat dimintai pertolongan jika membutuhkan.

Bukan Bulan, itu Matahari


Perjalanan untuk sampai ke puncak gunung, tak berbeda seperti perjalanan menggapai impian

Awalnya akan ada keraguan. Apakah diri yang masih banyak kekurangan  dapat sampai ketujuan? Di tahap ini, ada yang pasrah dan menyerah, dan ada yang tetap kukuh untuk mencoba. Ketika mencoba, medan untuk menggapai impian ternyata tak mulus, penuh tanjakan yang terjal. Ada kalanya ingin berhenti, atau sejenak melarikan diri. Taukah, kawan yang dimiliki dan keluarga bisa begitu menghibur hati, mereka akan bisa menguatkan, memberi semangat saat terpuruk, dan menjulurkan tangan memberi kekuatan saat berfikir untuk menyerah, tak  melanjutkan.

Adalah suatu kebahagiaan saat mencapai impian. Dan taukan, bukan hanya kebahagian yang didapat, namun juga pelajaran-pelajaran selama perjalanan yang melelahkan dan menyakitkan. Dan sesungguhnya, pelajaran-pelajaran itulah yag nantinya akan berharga.

Aku bahagia bisa sampai ke puncak gunung walau banyak yang harus dikorbankan. Uang, waktu yang bisa digunakan untuk hal lain, kedinginan semalaman di atas gunung. Juga kelelahan, badan sakit-sakitan,  dan bagaimana wajah bisa jadi lebih hitam, kering, dan mengelupas.sampai beberapa hari pasca pendakian.

Terima kasih untuk Dhila, Fifi, Dafa, Dio, Uman, Aji, dan Lucky yang telah menjadi teman yang menyenangkan selama perjalanan. Terima kasih telah menunjukkan bagaimana serunya melakukan pendakian.

Ku taklukkan gunung Prau pada 18 Mei 2017 bersama tujuh orang kawanku. Ku dapatkan banyak pelajaran dari penaklukan pertamaku. Semoga ini tidak menjadi penaklukanku yang pertama dan terakhir kalinya.

30 Mei 2016
Nahayuka 


"Potret dari Gunung Prau: Tentang Keberanian, Kesabaran, Kebersamaan, dan Kepuasan," bagian 4 dalam 30 hari menulis 

#RamadhanInspiratif

#Challenge

#Aksara 


No comments:

Powered by Blogger.